Harga Pokok Penjualan; Definisi, Manfaat, Komponen, Struktur, dan Cara Penghitungan

harga pokok penjualan

Kali ini kita akan bahas harga pokok penjualan (HPP). Tahu nggak kamu, kalau harga pokok penjualan itu biasa dihitung oleh perusahaan manufaktur atau perusahaan dagang loh. Apa ya definisi harga pokok penjualan itu sendiri?

Artikel di bawah ini akan dijelaskan pengertiannya, tujuan, manfaat dan cara menghitungnya baik untuk perusahaan dagang atau perusahaan manufaktur. Yuk kita simak bersama!

Definisi Harga Pokok Penjualan

Untuk memulai penjelasan terkait harga pokok penjualan, sebaiknya kita mulai dari definisi. Hal ini dijukan agar kita mengtahui terlebih dahulu dasar pengertian terkait Harga Pokok Penjualan (HPP).

  • Isi form berikut ini untuk mendapatkan demo gratis aplikasi HRIS hari ini.
  • This field is for validation purposes and should be left unchanged.

Pengertian harga pokok penjualan sendiri, menurut prinsip akuntansi Indonesia dapat dijelaskan sebagai jumlah pengeluaran dan beban yang diperkenankan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Hal tersebut untuk menghasilkan barang atau jasa di dalam kondisi dan tempat di mana barang itu  dapat dijual atau digunakan. Untuk mendapatkan perhitungan HPP yang tepat , rasional, dan wajar, kita harus mengenali komponen yang menentukannya.

Tujuan menghitung Harga Pokok Penjualan

Dalam melakukan sesuatu, tentunya kita harus tahu tujuannya. Agar apa yang kita kerjakan tidak sia-sia. Pun halnya ketika kamu akan menghitung harga pokok penjualan, ia juga ada tujuannya loh.

Tujuan menghitung HPP adalah mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan dalam produksi barang dan jasa. HPP merupakan salah satu komponen dalam laporan laba rugi.

Manfaat Menghitung Harga Pokok Penjualan

Setelah mengetahui tujuannya, kamu juga perlu tahu nih manfaat dari perhitungan ini. Beberapa manfaat lain dari perhitungan harga pokok penjualan diantarannya adalah sebagai berikut:

  • Dapat menghitung laba rugi
  • Sebagai alat bantu menentukan realisasi biaya produksi
  • Dan yang terakhir sebagai penentu harga jual barang

Komponen Penentu Harga Pokok Penjualan Perusahaan Dagang

Seperti yang dituliskan di pembuka, bahwa kamu juga perlu tahu komponen-komponen dalam perhitungan harga pokok penjualan, maka sekarang akan kita bahas.

Ada apa saja komponen penentu harga pokok penjualan perusahaan dagang. Apakah berbeda dengan perusahaan manufaktur? Berikut ini komponen-komponennya.

Persediaan Awal Barang Dagang

Persediaan awal barang dagang merupakan persediaan barang yang tersedia di awal periode atau tahun buku berjalan. Saldo persediaan awal barang dagang bisa dilihat pada neraca saldo periode berjalan atau neraca awal perusahaan, atau neraca tahun sebelumnya.

Persediaan Akhir Barang Dagang

Persediaan akhir barang dagang merupakan persediaan barang yang tersedia di akhir periode, atau akhir tahun buku berjalan. Saldo persediaan ini biasanya diketahui pada data penyesuaian perusahaan pada akhir periode.

Pembelian Bersih

Pembelian bersih merupakan seluruh pembelian barang dagang yang dilakukan perusahaan, baik pembelian barang secara tunai maupun secara kredit. Ditambah juga dengan biaya angkut pembelian dikurangi potongan pembelian dan retur pembelian yang terjadi.

Struktur harga pokok penjualan

Ada beberapa struktur harga pokok penjualan secara umum, antara lain:

Inventory

Ketahuilah, struktur pertama ini dalam sebuah perusahaan dagang terdiri dari persediaan barang jadi yang juga dikenal sebagai inventory. Di dalam perusahaan manufaktur, elemen satu ini meliputi persediaan bahan baku, persediaan barang yang tengah diproses, dan persediaan barang jadi. Bisa dikatakan, struktur dan elemen ini merupakan besaran dari seluruh persediaan yang terjual nantinya.

Guna menentukan nilai dan jumlah dari persediaan yang telah terjual tersebut, diperlukan beberapa unsur lain seperti, persediaan awal, pembelian, harga pokok dari produksi, persediaan akhir, dan persediaan yang digunakan atau barang yang tersedia untuk dijual pada pembeli.

Direct labour cost

Secara definisi, tenaga kerja langsung atau direct labour cost merupakan sejumlah upah yang dibayarkan pada karyawan dan tenaga kerja yang terlibat langsung dalam suatu aktivitas pengolahan barang.

Biaya tenaga kerja langsung ini dikeluarkan, apabila besar kecilnya upah yang dibayarkan tergantung jumlah produk yang mampu dihasilkan nantinya. Selain itu, biaya ini disebut juga sebagai upah tenaga kerja yang bisa dibayarkan berdasar pada upah satuan maupun upah harian yang dihitung per jam. Sayangnya, tenaga kerja langsung ini dalam perusahaan kecil cenderung sulit dialokasikan sebagaimana mestinya.

Overhead cost

Umumnya, biaya satu ini muncul karena adanya beberapa elemen yang telah disebutkan di atas. Dengan kata lain, overhead cost merupakan salah satu kategori dari indirect cost di mana jenisnya cukup bervariasi dan disesuaikan dengan skala usaha, jenis usaha yang dijalankan, dan sumber daya yang digunakan.

Overhead cost cukup sering ditemukan dalam perusahaan manufaktur ataupun perusahaan dagang berupa biaya sewa, depresiasi peralatan dan juga mesin, penyusutan gedung pabrik, biaya listrik dan air, biaya pemeliharaan mesin, dan lain sebagainya.

Metode penentuan harga pokok penjualan

Ada berbagai metode atau cara dalam ilmu akuntansi yang bisa kamu gunakan untuk menentukan harga pokok penjualan, di antaranya:

Identifikasi khusus

Cara satu ini menganggap, bahwa arus barang harus sama dengan arus biaya sehingga pemisahan tiap jenis barang dilakukan berdasarkan harga pokok. Sementara tiap kelompok dibuatkan kartu persediaan masing-masing sehingga harga pokok barang tersebut bisa diketahui secara pasti.

Sebagian orang menganggap, cara satu ini cukup baik karena mencatat informasi secara detail dan bisa digunakan, baik dalam metode pencatatan prosedur persediaan barang dagang fisik secara periodik maupun perpetual. Namun sebenarnya, metode ini cukup jarang digunakan karena kurang dianggap efektif.

Metode identifikasi khusus seperti ini membutuhkan waktu dan tenaga pengerjaan yang lebih banyak. Selain itu, kamu membutuhkan gudang penyimpanan yang super luas. Inilah yang membuat perusahaan jarang menggunakan metode identifikasi khusus.

First In – First Out (FIFO)

Melalui metode FIFO, barang yang dijual pertama adalah barang yang juga masuk pertama sesuai urutannya. Penentuan harga pokok penjualan yang menggunakan metode FIFO dihitung berdasarkan harga pokok dari barang persediaan pertama kali masuk. Begitu juga untuk harga pokok penjualan barang yang terakhir masuk. Nah, harga pokok penjualannya ditentukan berdasarkan harga pokok barang sesuai urutan.

Ketahuilah, penghitungan dengan metode FIFO, baik yang menggunakan metode pencatatan barang secara periodik ataupun perpetual akan menghasilkan nilai saldo akhir persediaan barang yang sama.

Weighted Average

Penentuan harga pokok penjualan dengan metode weighted average didapat dari perhitungan total biaya atau harga pembelian yang ditambahkan dengan nilai atau harga persediaan barang. Kemudian, dibagi lagi dengan jumlah unit dan jumlah barang yang telah berhasil terjual.

Last In – First Out (LIFO)

Metode satu ini kerap ditemukan dalam bisnis atau usaha di bidang tekstil yang sangat dipengaruhi oleh perubahan tren dunia. Untuk menentukan harga pokok penjualan menggunakan metode satu ini, HPP dari barang terakhir atau yang ada di gudang akan dibebani dengan harga pokok pembelian barang terakhir dan yang masuk sebelumnya. Sementara harga persediaan akhir dihitung berdasarkan harga pokok pembelian barang pertama dan berikutnya.  

Sebenarnya, metode satu ini cukup rumit dan butuh waktu super lama dalam penerapannya. Apalagi jika diterapkan pada jenis usaha yang memiliki banyak jenis barang persediaan. Bukan hanya rumit, ternyata metode ini juga dianggap sebagai cara ilegal oleh beberapa negara karena merugikan konsumen. Penerapan metode ini memang tidak dilarang sepenuhnya, tapi diawasi secara ketat oleh pemerintah negara terkait.

Persediaan minimum

Hasil perhitungan HPP yang didapatkan dari metode satu ini nyaris serupa dengan LIFO. Hal ini terjadi karena perusahaan harus memiliki persediaan minimum yang memiliki harga pokok tetap sehingga HPP berdasarkan atas harga pembelian barang-barang baru.

Standard cost

Sebagian besar perusahaan manufaktur sering menggunakan metode standard cost ini. Pada dasarnya, metode satu ini menggunakan sistem biaya standar di mana nilai persediaan barang dinilai dengan biaya standar atau biaya yang umum terjadi.

Walaupun biaya umum, seperti biaya bahan baku, upah langsung, dan biaya produksi tidak langsung belum terjadi, tapi biaya ini ditetapkan di muka. Dengan begitu, jika terdapat perbedaan biaya setelah produksi dengan biaya standar, maka biaya tersebut akan direvisi dan biaya setelah produksi yang digunakan.

Simple average

Harga pokok rata-rata sederhana atau yang sering disebut sebagai simple average ini merupakan salah satu metode penentuan HPP yang dihitung berdasarkan harga pokok rata-rata tanpa mempedulikan jumlah barang. Melainkan, berapa kali pembelian barang yang dilakukan oleh perusahaan bersangkutan.

Metode satu ini memang terlihat sangat sederhana, tapi tidak bisa menghasilkan HPP yang akurat. Sebab, simple average tidak bisa mewakili harga dari seluruh persediaan barang yang ada.

Latest purchase price

Lain halnya dengan latest purchase price yang menggunakan jumlah persediaan barang meski melebihi jumlah seharusnya. Selain itu, barang yang dibeli terakhir akan diabaikan karena hanya barang persediaan di akhir periode saja yang akan dinilai menggunakan harga pokok pembelian terakhir.

Nilai penjualan relatif

HPP dalam metode satu ini dihitung berdasarkan harga penjualan relatif dari tiap-tiap barang. Tidak adanya rincian di tiap harga barang membuat situasinya cukup sulit dalam menentukan harga pokok dari barang-barang tersebut, terutama perusahaan barang dagang. Adapun tujuan dari metode nilai penjualan relatif ini untuk mengalokasikan biaya bersama tiap produk yang dihasilkan ataupun dibeli.

Direct costing

Biaya variabel atau direct costing merupakan penentuan HPP yang ditetapkan berdasarkan harga pokok produksi yang bersifat variabel, seperti biaya bahan baku, biaya overhead pabrik variabel, dan biaya tenaga kerja langsung. Cara satu ini sebenarnya memudahkan para pemimpin perusahaan untuk melakukan perencanaan sekaligus pengawasan terhadap seluruh biaya yang muncul.

Biaya yang termasuk dalam harga pokok penjualan

Berdasarkan pengertian yang telah dijabarkan sebelumnya, bisa disimpulkan bahwa, HPP adalah biaya yang dikeluarkan demi mendapatkan barang dagangan. Nah, dalam setiap proses mendapatkan barang dagangan tersebut, ada biaya atau harga yang harus dikeluarkan dan harus dimasukkan ke dalam HPP.

Di antaranya adalah biaya/harga pembelian (purchase), biaya/harga beban angkut pembelian (expenses purchase), biaya/harga retur pembelian dan pengurangan harga (purchase return and allowances) dan biaya/harga potongan pembelian (purchase discount).

Cara Menghitung Harga Pokok Penjualan Perusahaan Dagang

Selanjutnya, kita akan bahas cara menghitungnya. Adapun untuk mendapatkan harga penjualan pokok dalam perusahaan dagang bisa menggunakan tahapan penghitungan di bawah ini:

Menghitung Penjualan Bersih

Penjualan Bersih = Penjualan – (Retur Penjualan + Potongan Penjualan)

Ongkos Angkut Penjualan tidak termasuk dalam hitungan HPP dan menjadi biaya umum.

Menghitung Pembelian Bersih

Pembelian Bersih = (Pembelian + Ongkos Angkut Pembelian) – (Retur Pembelian + Potongan Pembelian)

Menghitung Persediaan Barang

Persediaan Barang = Persediaan Awal + Pembelian Bersih

Menghitung Harga Pokok Penjualan

Harga Pokok Penjualan = Persediaan Barang – Persediaan Akhir

Contoh Perhitungan Harga Pokok Penjualan Perusahaan Dagang

 

Cara Menghitung Harga Pokok Penjualan Perusahaan Manufaktur

Seperti yang telah dikatakan diatas bahwa cara menghitung HPP perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur berbeda. Berikut cara menghitung HPP perusahaan manufaktur.

Menghitung Semua Bahan Baku yang Digunakan

Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang memproduksi barang dagangannya sendiri dari bahan mentah dan menentukan HPP-nya sendiri. Oleh karena itu, perusahaan manufaktur membutuhkan bahan baku.

Bahan baku merupakan modal utama dalam menghitung HPP untuk pertama kalinya. Perusahaan harus menentukan berapa banyak bahan baku yang akan digunakan untuk memproduksi suatu barang.

Untuk menentukannya, kamu dapat melihat dari berapa banyak bahan baku yang masih tersisa di akhir periode, setelah saldo awal periode. Kemudian ditambah dengan pembelian yang ada selama periode tersebut berlangsung.

Berikut cara untuk menghitung semua bahan baku yang digunakan untuk produksi:

Bahan Baku Terpakai = Saldo Awal Bahan Baku + Pembelian Bahan Baku –  Saldo Akhir Bahan Baku

Menghitung Biaya Produksi Lainnya

Terdapat biaya lain yang berpengaruh terhadap proses produksi barang dari bahan mentah sampai menjadi barang jadi selain bahan baku utama. Biaya-biaya tersebut antara lain:

  • Biaya tenaga kerja langsung.
  • Biaya overhead (biaya bahan baku yang bersifat tidak pokok). Misalnya biaya listrik, biaya reparasi, biaya pemeliharaan, dan sebagainya.

Menghitung Total Biaya Produksi

Salah satu hal yang perlu kamu ketahui ketika akan menghitung harga pokok produksi di perusahaan manufaktur adalah total biaya produksi. Kamu tahu apa itu total biaya produksi? Total biaya produksi disebut juga sebagai harga pokok produksi.

Total biaya produksi merupakan sebagian biaya yang dikeluarkan saat barang sudah masuk ke dalam proses produksi dan biaya yang dikeluarkan untuk produksi barang tersebut.

Cara menentukan total biaya produksi adalah bahan baku barang yang diproses pada awal periode produksi ditambah dengan bahan baku penambahnya atau bahan baku tidak pokok (tenaga kerja langsung dan overhead). Lalu selanjutnya dikurangi dengan barang yang masih tersisa di gudang pada akhir periode.

Secara sederhana, formula cara menghitung biaya produksi lainnya adalah sebagai berikut:

  • Isi form berikut ini untuk mendapatkan demo gratis aplikasi HRIS hari ini.
  • This field is for validation purposes and should be left unchanged.

Total Biaya Produksi = Bahan Baku Yang Digunakan + Biaya Tenaga Kerja Langsung + Biaya Overhead Produksi

Menghitung Harga Pokok Produksi

Selanjutnya adalah menghitung harga pokok produksi. Formula cara menghitung harga pokok produksi adalah sebagai berikut:

Harga Pokok Produksi = Total Biaya Produksi + Persediaan Barang Dalam Proses Produksi Awal – Persediaan Barang Dalam Proses Produksi Akhir

Menghitung Harga Pokok Penjualan (HPP)

Terakhir adalah menghitung HPP (Harga Pokok Penjualan). Cara menentukan HPP adalah harga pokok produksi ditambah dengan persediaan barang awal dikurangi dengan persediaan barang akhir.

Secara sederhana, formula cara menghitung HPP di perusahaan manufaktur adalah sebagai berikut:

Harga Pokok Penjualan (HPP) = Harga Pokok Produksi + Persediaan Barang Awal – Persediaan Barang Akhir

Contoh Perhitungan Harga Pokok Penjualan Perusahaan Manufaktur

Pada dasarnya, untuk menyusun patokan harga pokok penjualan, sebuah usaha membutuhkan informasi dari laporan neraca lajur, sebelum menyederhanakannya dan menjadikannya dalam beberapa komponen inti penyusun perhitungan HPP. Untuk memperoleh HPP yang akurat, maka laporan neraca lajur yang dimiliki sebuah perusahaan pun harus tepat.

Pengertian Neraca Lajur

Neraca lajur disebut juga kertas kerja (worksheet) yang berbentuk kertas, berisi kolom-kolom untuk mencatat keuangan secara manual. Pencatatan pada neraca lajur ini cenderung bersifat tidak formal, sehingga  pengisiannya dapat diperbaiki dan dikoreksi jika perlu nantinya. Neraca lajur memang bukan merupakan salah satu jenis laporan keuangan, namun pembuatannya akan mempermudah proses penyusunan laporan keuangan itu sendiri.

Dalam neraca lajur, semua akun yang terdapat pada perusahaan akan dicatat dan digolongkan ke kolom atau lajur yang ada. Data akun yang akan dimasukkan dalam neraca lajur diambil dari data yang dicatat pada neraca saldo dan jurnal penyesuaian. Sedangkan untuk penggolongan kolom neraca lajur terbagi menjadi enam jenis, yaitu Neraca Saldo, Penyesuaian, Neraca Saldo Setelah Penyesuaian, Neraca, dan Laba Rugi.

Fungsi Neraca Lajur

Setelah memahami apa itu neraca lajur, selanjutnya kita akan membahas fungsi dari neraca tersebut. Terdapat beberapa fungsi penerapan neraca lajur dalam pencatatan keuangan, yaitu:

Meringkas Data dalam Pencatatan Keuangan

Fungsi neraca lajur yang pertama adalah menggolongkan dan meringkas data yang berisi akun keuangan pada perusahaan. Dengan adanya neraca lajur, data keuangan akan lebih mudah untuk dilihat dan digunakan untuk keperluan selanjutnya. Data yang ringkas akan membantu menunjukkan informasi yang dibutuhkan tanpa proses yang panjang.

Memeriksa Kembali Data yang Dicatat

Adanya pencatatan dengan menggunakan neraca lajur akan membantu memeriksa kembali data pada pencatatan sebelumnya, terutama dalam neraca saldo dan jurnal penyesuaian. Dalam pencatatan keuangan sangat mungkin terjadi kesalahan, baik oleh human error maupun kesalahan software yang digunakan. Karena itu, proses pencatatan yang dilakukan dalam neraca lajur akan dapat memperbaiki dan menghindari kesalahan pencatatan keuangan secara keseluruhan.

Membantu Penyusunan Laporan Keuangan

Seperti yang telah diulas pada bagian sebelumnya, pencatatan dalam neraca lajur akan membantu dalam proses pembuatan laporan keuangan. Hal ini karena dalam neraca lajur sudah mencakup dan merangkum data-data yang dibutuhkan dalam menyusun laporan keuangan. Tentunya ini akan sangat memudahkan dan menghemat waktu pembuatan laporan keuangan, tanpa perlu mencari data dari sumber yang terlalu banyak.

Menunjukkan Perusahaan Telah Menjalankan Prosedur

Fungsi terakhir dari neraca lajur adalah untuk menunjukkan bahwa perusahaan telah menjalankan prosedur pencatatan keuangan yang seharusnya dilakukan. Ini juga menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kredibilitas dalam mencatat dan mengelola keuangan dengan benar. Sehingga laporan keuangan yang dibuat pun memiliki kredibilitas karena disusun berdasarkan neraca lajur, yang merupakan bagian dari prosedur pencatatan keuangan.

Membuat Neraca Lajur

Dalam membuat neraca lajur sebenarnya tidak banyak proses pencatatan dan penghitungan yang dilakukan, karena tinggal memindahkan beberapa data dari pencatatan lain yang sudah ada. Namun dalam proses memindahkan data tersebut perlu diperhatikan untuk mengecek kembali apakah data yang tertera sudah benar. Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi neraca lajur yaitu untuk memeriksa kembali data dan menghindari kesalahan pencatatan keuangan.

Untuk gambaran lebih jelasnya mengenai pencatatan neraca lajur, berikut adalah proses yang perlu dilakukan dalam membuat neraca lajur:

Membuat Format dan Kolom Neraca Lajur

Hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat format dan kolom yang dibutuhkan dalam neraca lajur. Untuk format neraca, di bagian atas harus ditulis nama perusahaan, judul “Neraca Lajur”, dan periode pencatatan.

Sedangkan kolom yang harus dibuat berjumlah total 7 kolom, satu untuk Nama Akun dan 6 untuk golongan lajur (Neraca Saldo, Penyesuaian, Neraca Saldo Setelah Penyesuaian, Neraca, dan Laba Rugi). Enam golongan kolom ini harus dibuat dua sisi yang menunjukkan Debet (D) dan Kredit (K).

Memasukkan Data dari Neraca Saldo dan Jurnal Penyesuaian

Hal yang selanjutnya harus dilakukan adalah mengisi kolom-kolom yang telah dibuat, mulai dari Nama Akun dan Neraca Saldo. Kolom ini diisi dengan memasukkan data dari neraca saldo yang memuat data saldo akhir setiap akun berdasarkan pencatatan buku besar perusahaan.

Untuk kolom Penyesuaian, data dimasukkan dari jurnal penyesuaian yang telah dibuat sebelumnya secara terpisah. Jurnal penyesuaian dibuat untuk menyesuaikan pendapatan dan pengeluaran yang benar-benar terjadi, agar dapat menunjukkan keadaan perusahaan yang sebenarnya.

Menghitung Saldo yang Telah Disesuaikan

Setelah data pada kolom Neraca Saldo dan Penyesuaian terisi, selanjutnya kita perlu menghitung saldo pada akun yang mengalami penyesuaian. Perhitungan ini dilakukan dengan menambah atau mengurangi saldo dalam kolom Neraca Saldo dengan saldo dalam kolom Penyesuaian.

Saldo yang telah dihitung dan disesuaikan kemudian diletakkan dalam kolom Neraca Saldo Setelah Penyesuaian. Isi saldo dalam kolom ini juga yang akan dipindahkan untuk mengisi kolom Neraca tanpa melakukan perubahan apapun.

Mengisi dan Menghitung Kolom Laba Rugi

Untuk mengisi kolom Laba Rugi, data yang dimasukkan berasal dari kolom sebelumnya yaitu Neraca. Namun tidak semua data dipindahkan, hanya dari akun pendapatan dan beban-beban saja. Data ini yang kemudian dihitung untuk mendapatkan saldo laba atau rugi perusahaan. Setelah itu, neraca lajur pun telah selesai dibuat dan siap digunakan untuk keperluan selanjutnya.

Setelah mendapatkan penjelasan mengenai harga pokok penjualan, tentunya sekarang kamu tahu kan bagaimana menghitungnya? Nah, perhitungan harga pokok penjualan ini dapat diaplikasikan untuk perusahaan manufaktur maupun perusahaan dagang.

Eit, masih ada satu informasi penting lainnya lagi loh yang perlu kamu tahu. Apa itu? Yakni, ada aplikasi menarik dari Jojonomic. Salah satunya adalah JojoPayroll. JojoPayroll ini canggih loh, bagaimana tidak? JojoPayroll ini merupakan aplikasi penggajian karyawan dengan perhitungan otomatis.

Otomatis sudah menghitung potongan PPH 21, potongan BPJS Ketenagakerjaan, potongan BPJS Kesehatan, izin sakit, cuti dan juga business trip. Semuanya tinggal klak klik saja. Tidak perlu pusing lagi menghitung gaji karyawan dengan microsoft excel, cukup dengan mengkonfigurasi JojoPayroll semuanya akan aman terkendali.