Korupsi Kolusi dan Nepotisme Yang Terjadi di Dunia dan Indonesia

Pengertian Korupsi Kolusi dan Nepotisme

Korupsi adalah perilaku tidak jujur ​​yang dilakukan oleh mereka yang memegang kekuasaan, seperti manajer atau pejabat pemerintah. Korupsi dapat mencakup memberi atau menerima suap atau hadiah yang tidak pantas, transaksi ganda, transaksi di bawah meja, manipulasi pemilu, pengalihan dana, pencucian uang, dan penipuan investor.

Kolusi adalah perjanjian non-kompetitif, rahasia, dan terkadang ilegal antara saingan yang mencoba mengganggu keseimbangan pasar. Tindakan kolusi melibatkan orang atau perusahaan yang biasanya bersaing satu sama lain, tetapi bersekongkol untuk bekerja sama untuk mendapatkan keuntungan pasar yang tidak adil. Pihak yang berkolusi dapat secara kolektif memilih untuk mempengaruhi pasokan pasar barang atau menyetujui tingkat harga tertentu yang akan membantu mitra memaksimalkan keuntungan mereka   dengan merugikan pesaing lainnya.

Nepotisme adalah bentuk favoritisme yang ditunjukkan kepada kenalan dan anggota keluarga. Nepotisme adalah tindakan menyalahgunakan kekuasaan atau posisi resmi seseorang untuk menawarkan pekerjaan atau bantuan kepada anggota keluarga dengan mengabaikan prestasi dan kualifikasi mereka.

Pencegahan Korupsi Kolusi dan Nepotisme

Korupsi yang tidak terkendali dapat meningkatkan aktivitas kriminal dan kejahatan terorganisir di masyarakat. Namun, sejumlah langkah dapat membantu menangani korupsi. Harus ada fokus yang kuat pada pendidikan, yang harus memperkuat praktik bisnis terbaik, dan mengingatkan manajer dan karyawan di mana mencari korupsi. Hal ini dapat dicapai dengan memperkenalkan pendidikan wajib seperti kursus anti pencucian uang (AML). Eksekutif senior dan manajemen harus menetapkan budaya kejujuran dan integritas yang kuat dengan memimpin dengan memberi contoh.

Korupsi kemungkinan besar akan berkurang dengan adanya mekanisme akuntabilitas; Hal ini pada gilirannya kemungkinan akan memperkuat budaya yang menumbuhkan perilaku etis yang kuat sambil meminta pertanggungjawaban mereka yang melanggar norma. Korupsi selanjutnya dapat dikurangi dengan memudahkan pelaporan, baik oleh manajer, karyawan, pemasok, maupun pelanggan. Lingkungan kontrol yang kuat juga mengurangi risiko korupsi seperti halnya pemeriksaan latar belakang menyeluruh sebelum mempekerjakan atau mempromosikan karyawan.

Faktor Mencegah KKN

Di Amerika Serikat, kolusi adalah praktik ilegal yang secara signifikan menghalangi penggunaannya. Undang-undang antitrust bertujuan untuk mencegah kolusi antar perusahaan. Sehingga, sulit untuk mengkoordinasikan dan melaksanakan kesepakatan berkolusi. Apalagi dalam industri yang pengawasannya ketat, sulit bagi perusahaan untuk berkolusi.

Pembelotan adalah pencegah utama kolusi. Perusahaan yang awalnya setuju untuk mengambil bagian dalam perjanjian kolusi dapat merusak dan mengurangi keuntungan anggota yang tersisa. Selain itu, perusahaan yang cacat dapat bertindak sebagai  whistleblower  dan melaporkan kolusi tersebut kepada pihak yang berwenang.

Landasan Hukum KKN di Indonesia

Keseriusan pemerintah untuk memberantas korupsi di Indonesia tidak diragukan lagi. Hal ini dibuktikan dengan beberapa peraturan yang tujuannya untuk memberantas korupsi di Indonesia. Peraturan perundangan yang merupakan instrumen-instrumen hukum yang menjadi landasan pemberantasan korupsi di Indonesia antara lain sebagai berikut:

  • Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN);
  • Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN);
  • Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
  • Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU 1,ZI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
  • Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 65 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaaan Kekayaan Penyelenggara Negara;
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 1999 tentang Persyaratan Tata Cara Pengangkartan Serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa;
  • Adanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Komisi Pemeriksa;
  • Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggara Negara.

Dampak Korupsi Kolusi Dan Nepotisme (KKN)

Perkara Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang banyak menimpa para pejabat, baik dari kalangan eksekutif, yudikatif maupun legislatif menunjukkan tidak hanya mandulnya Undang-undang Nomor 28 tahun 1999, tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan nepotisme, tetapi juga semakin tidak tertibnya nilai-nilai kehidupan sosial masyarakat. Kasus korupsi yang diduga melibatkan para menteri, mantan menteri, gubernur, mantan gubernur, bupati, mantan bupati dan lain sebagainya menunjukkan bahwa para pejabat negara yang diharapkan menjadi tauladan bagi masyarakat luas mengenai tertib hukum dan tertib sosial, ternyata justru mereka yang harus duduk dikursi pesakitan dengan tuntutan tindak pidana korupsi.

Kasus Bulog dan kasus dana non bugeter DKP yang begitu kusut hanyalah sedikit dari sekian banyak perkara pelaku korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di negara yang berupaya mewujudkan good goverment and clean goverment sebagai salah satu cita-cita reformasi.

Apakah Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme adalah Kejahatan?

Undang-Undang Anti-Nepotisme Federal membatasi pejabat publik (termasuk Presiden dan Anggota Kongres) di ketiga cabang pemerintah federal untuk menunjuk mempekerjakan atau mempromosikan kerabat atau bahkan mendukung tindakan semacam itu. Peraturan anti-Nepotisme berbeda dari satu negara bagian ke negara lain serta dari satu negara ke negara lain.

Di sektor swasta, nepotisme tidak ilegal. Namun, perusahaan memiliki kewajiban berdasarkan hukum tata kelola perusahaan Sarbanes-Oxley untuk mengungkapkan ‘hubungan yang dapat menimbulkan konflik kepentingan aktual atau potensial yang dapat memengaruhi pejabat’. Meskipun tidak secara langsung ilegal, manajer tetap perlu berhati-hati saat merekrut atau mempromosikan kerabat.

Contoh Korupsi Kolusi dan Nepotisme

Pada tahun 2016, Securities and Exchange Commission (SEC) memerintahkan perusahaan perangkat lunak PTC Inc. untuk membayar denda gabungan Rp 28 milyar karena mencoba menyuap pejabat China dengan memberikan sekitar Rp 1,5 milyar dalam perjalanan rekreasi melalui dua anak perusahaan PTC yang berbasis di China.

 Seiring dengan semakin banyaknya kasus yang menjadi publik, PTC Inc. perlu melakukan upaya hubungan masyarakat yang rumit untuk memulihkan reputasinya. Organisasi yang dikenal sering melakukan korupsi merasa sulit untuk mengembangkan bisnis. Investor dan pemegang saham enggan untuk berkomitmen jika sebuah organisasi memiliki sejarah korupsi, atau suap dan bantuan adalah bagian dari perilaku bisnis normal.

Pada 2015, pengadilan banding di New York menguatkan putusan 2013 terhadap raksasa teknologi Apple. Raksasa teknologi multinasional mengajukan banding atas temuan pengadilan yang lebih rendah bahwa perusahaan tersebut telah bersekongkol secara ilegal dengan lima penerbit buku terbesar mengenai harga ebooks. Pengadilan banding New York mendukung para penggugat. Tujuan perusahaan adalah untuk mempromosikan iPad baru Apple dan untuk mencegah Amazon menurunkan harga judul ebooknya. Kasus ini menghasilkan penyelesaian Rp 450 milyar di mana Apple membayar pembeli dua kali lipat dari kerugian mereka.

Kesimpulannya

Dalam skala yang lebih besar, praktik nepotisme dapat berubah menjadi skandal korupsi yang masif. Beberapa contoh kasus perusahaan yang melibatkan nepotisme dapat ditemukan, tetapi salah satu yang paling signifikan adalah kasus raksasa Korea Selatan Samsung, yang sejak awal diturunkan dari ayah ke anak.

Pemimpin perusahaan, Lee Jae-yong, yang kakeknya mendirikan perusahaan, menyatakan bahwa skandal korupsi yang baru-baru ini melanda perusahaannya disebabkan oleh pendekatan nepotik yang diadopsi perusahaan selama beberapa dekade. Dia mengumumkan bahwa dia akan menjadi yang terakhir dari keluarganya yang memimpin organisasi dan bersumpah di TV nasional untuk melarang anak-anaknya mengambil alih.

JojoExpenseJika kamu sebagai pebisnis, kamu harus memperhatikan juga kebutuhan-kebutuhan dari karyawan kamu agar mereka tidak melakukan KKN ini. Mungkin kamu bisa memakai aplikasi dari Jojonomic yaitu JojoExpense. Disitu kamu dapat mengelola keuangan kamu secara transparan saat kapanpun dan dimanapun.

Aplikasi ini juga mempunyai fitur untuk melakukan reimburse perjalanan bisnis kamu melalui foto struk biaya transportasi yang kamu pakai. Dengan begitu, tidak ada kecurangan untuk melebih-lebihkan biaya transportasi.