Patriarki Adalah – Definisi dan Contohnya yang Sering Kita Temui

Istilah patriarki belakangan banyak kita temui beredar di sosial media. Namun tak banyak orang yang tahu mengenai definisi dari istilah tersebut. Lantas apa sih sebenarnya patriarki itu?

Pada artikel kali ini, Jojonomic akan mengajak Anda untuk membahas lebih lanjut mengenai definisi dari kata patriarki serta seluk beluknya. Terlebih semua hal yang berkaitan dengan budaya ini dalam lingkungan kerja. Penasaran, kan? Simak lengkap artikelnya berikut ini, ya.

Definisi Patriarki

Definisi Patriarki adalah

Secara sederhana, patriarki adalah sebuah sistem konstruksi sosial yang menempatkan pria atau laki-laki setingkat di atas wanita. Dalam budaya patriarki, laki-laki selalu dianggap lebih dominan dan wanita adalah pihak yang lemah dan hanya berhak untuk mengikuti peraturan yang ada.

Tanpa disadari, budaya patriarki ini adalah suatu sistem konstruksi yang dilakukan turun temurun serta sudah ada sejak kita lahir. Di mana sosok Ayah dianggap sebagai kepala keluarga dan ia berhak untuk mengatur seluruh anggota keluarganya. Mulai dari istri, anak bahkan hingga harta benda.

Selain itu, budaya patriarki yang telah mengakar sejak dini juga seringkali bersifat menindas peran perempuan. Di mana mereka kerap diidentikkan dengan dapur, rumah tangga serta urusan ranjang. Wanita yang ingin mengejar karirnya kerap dipersulit oleh aturan keluarga atau tuntutan suami yang tak menginginkannya untuk bekerja.

Akibatnya ketika terjadi masalah pada keluarga, pihak wanita sering menjadi yang paling lemah dan menjadi sasaran kesalahan. Di mana ia tidak bisa melakukan pembelaan terlebih jika seluruh harta yang digunakannya adalah pemberian suami atau keluarganya.

Statement tersebut kemudian diperjelas oleh Walby, yang menyatakan bahwa patriarki merupakan suatu sistem struktur sosial yang secara tegas memposisikan laki-laki sebagai pihak yang dominan. 

Bahkan Aristoteles, menjelaskan lebih jauh bahwa Patriarki terkonsentrasi di tangan lelaki tertua dari berbagai kelompok keturunan dan transmisi mereka terjadi melalui laki-laki, umumnya untuk kepentingan anak sulung (organisasi patrilineal).

Kesimpulannya sistem patriarki adalah sistem yang sudah mengakar di dunia sejak dahulu kala, yang cenderung mengatur bahkan dengan jelas mengkotak-kotakkan laki-laki dan perempuan; meletakkan kaum pria menjadi nomor satu, berotoritas penuh dan menjadi dominan di masyarakat sehingga banyak dari mereka menggunakan hal ini untuk menindas dan mengeksploitasi kaum perempuan; membatasi ekspresi perempuan dikarenakan perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan perkasa.

Contoh Budaya Patriarki yang Ada di Sekitar Kita

Contoh budaya patriarki

Jika dilihat kembali, budaya yang sudah mengakar dan masih langgeng di masyarakat ini kerap menimbulkan banyak masalah sosial akibat belenggu budaya patriarki.

Beberapa contoh masalah sosial yang timbul dari budaya patriarki adalah:

1. Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Pada tahun 2016 saja, Komnas Perempuan telah melaporkan terdapat sekitar 259 ribu kasus kekerasan pada perempuan. Jumlah tersebut didapat dari hasil kasus yang ditangani oleh pengadilan agama yakni sebagai 245 ribu kasus dan sisanya ditangani oleh lembaga layanan pemberdayaan.

Kasus kekerasan dalam rumah tangga ini kerap didasari oleh berbagai macam faktor. Mulai dari finansial, orang ketiga dan masih  banyak lagi lainnya. Namun demikian, hal tersebut juga tak lepas dari faktor budaya patriarki yang menjadi legitimasi setiap tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang suami pada istrinya dengan dalih bahwa ialah yang berkuasa dalam rumah tangga.

Budaya patriarki ini membentuk sosok laki-laki yang dominan dalam berbagai macam aspek. Cenderung kuat dan memiliki kekuasaan penuh terutama terhadap perempuan dan rumah tangganya. Sehingga banyak istri yang memiliki keterbatasan untuk melakukan suatu hal yang mereka inginkan. Bahkan tak sedikit dari mereka yang memilih tunduk lantaran tidak berani melawan ataupun tidak memiliki kekuatan untuk melakukannya.

2. Kasus Pelecehan Seksual

Data yang berikutnya terkait kasus pelecehan seksual yang terjadi pada tahun 2016 dengan kisaran angka hingga 16 ribu kasus yang berhasil didokumentasikan. Artinya, masih ada banyak kasus pelecehan yang mungkin tidak diceritakan atau dilaporkan oleh korban pada pihak berwajib. 

Budaya patriarki yang dibiarkan menjamur di masyarakat akan terus memicu timbulnya kasus pelecehan ini dan bahkan mengalami peningkatan dari hari ke hari. Seringkali laporan tindak pelecehan yang dilakukan oleh korban dianggap remeh oleh beberapa pihak yang seharusnya memberikan pembelaan dan pengadilan. Hal inilah yang kerap membuat korban pelecehan maupun pemerkosaan sungkan untuk melaporkan peristiwa yang terjadi padanya.

Selain itu, godaan yang dilakukan oleh laki-laki masih banyak dianggap sebagai satu hal yang wajar. Padahal hal tersebut juga termasuk ke dalam kategori pelecehan meskipun hanya dalam bentuk verbal.

Tak hanya berupa godaan seperti bersiul maupun melirik, ada juga aktivitas lain yang termasuk ke dalam kategori pelecehan seksual. Di antaranya mulai dari sengaja meniup atau menghembuskan nafas di leher/telinga korban ketika berada di tempat ramai (biasanya di dalam transportasi umum), menggesek-gesekan kemaluan ke tubuh korban, melakukan catcalling dan masih banyak lagi lainnya.

3. Meningkatnya Angka Pernikahan Usia Dini

Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Pusat Kajian Gender dan Seksualitas Universitas Indonesia pada tahun 2015 silam, angka pernikahan dini yang terjadi di Indonesia menduduki peringkat nomor dua di kawasan Asia Tenggara. Tentu hal tersebut bukanlah suatu pencapaian positif yang patut dibanggakan. Justru sebaliknya.

Sebab pernikahan dini banyak yang berakhir pada kekerasan dalam rumah tangga hingga kasus perceraian. Beberapa di antaranya bahkan terpaksa menikah dini ketika berusia di bawah 18 tahun. Yang mana secara biologis mereka masih belum dewasa untuk melakukan hubungan suami istri. 

Terlebih tak sedikit kasus pernikahan dini tersebut didasar oleh tekanan atau paksaan dari orang tua yang membuat putrinya harus menanggung beban untuk menikah dengan orang yang berusia jauh lebih tua darinya. Anak-anak yang dipaksa menikah di bawah umur ini sangat rentan mengalami kerusakan pada organ intimnya ketika berhubungan badan. Selain itu, banyak dari mereka juga belum matang untuk melahirkan bayi.

Tak heran jika pernikahan dini ini kerap kali berujung pada malapetaka yang menyebabkan maut menjemput pihak perempuan yang berusia di bawah umur.

4. Stigma Mengenai Perceraian

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tiga tahun merilis data bahwa angka perceraian di Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Pasifik dengan jumlah terlapor sebanyak 212.400 kasus perceraian dan 75% pihak penggugat datang dari pihak perempuan.

Perceraian merupakan hal paling tidak diimpikan oleh setiap pasangan suami-istri, terlebih bagi kaum perempuan. Sayangnya, status janda yang melekat pada seorang perempuan lebih sering dianggap berkonotasi negatif dibandingkan status duda pada laki-laki. 

Tak heran jika mereka yang berstatus janda lebih sering mengalami diskriminasi di masyarakat maupun tempat kerja. 

Penutup

Demikianlah artikel mengenai apa itu patriarki dan contoh-contohnya yang mudah kita temui di sekitar lingkungan. Sebenarnya budaya patriarki ini tak hanya merugikan kaum perempuan saja dalam prakteknya. Laki-laki pun secara tidak langsung juga mendapatkan tekanan dari budaya yang satu ini.

Sebagai contoh, budaya patriarki mengharuskan seorang laki-laki sebagai sosok yang tangguh serta kuat. Mereka tidak diperbolehkan untuk memiliki hati yang kecil atau mudah tersinggung, perasa, sensitif dan cenderung dilarang untuk menangis. Padahal tidak ada yang salah dari semua sifat tersebut karena masing-masing manusia terlahir dengan kepribadian yang berbeda.

Untuk itu, sepatutnya budaya patriarki ini mulai kita tekan sehingga tidak akan terus berkembang. Mulai dengan cara saling menghargai baik perempuan maupun laki-laki, menganggap keduanya memiliki derajat yang sama dalam rumah tangga maupun karir dan hal-hal sederhana lainnya.

Wanita karir juga kerap kali mendapatkan diskriminasi dalam lingkungan kerjanya. Mereka kerap mendapat perlakuan tidak adil, yang salah satunya adalah berkaitan dengan gaji yang diterima. Seringkali wanita mendapatkan gaji di bawah laki-laki dengan posisi atau jabatan yang sama.

Nah, untuk menghindari budaya patriarki yang terus mengakar, maka perusahaan perlu memperhatikan sistem penggajiannya tersebut. Mulailah untuk berlaku adil terhadap satu karyawan dengan yang lain tanpa memandang gender maupun seksualitasnya.

Selanjutnya, perusahaan juga harus bisa memastikan bahwa setiap karyawan yang bekerja di dalamnya mendapatkan kesejahteraannya. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan Jojo Payroll. Aplikasi penggajian yang dapat melakukan perhitungan otomatis dengan hasil yang akurat.

Perangkat ini juga dapat terhubung dengan mesin absensi dalam perusahaan sehingga memungkinkan Anda dapat menggaji karyawan sesuai jumlah kehadiran mereka. Menarik, bukan?

So, tunggu apa lagi? Yuk, gunakan Jojo Payroll dan permudah sistem penggajian perusahaan Anda sekarang juga!