Sejarah serta Polemik Undang-Undang KUHP di Indonesia

Hukum

Sejarah serta Polemik Undang-Undang KUHP di Indonesia — Undang-undang KUHP memiliki sejarah yang sangat panjang di indonesia. KUHP telah dibuat pada tahun 1830 di Belanda dan dibawa ke Indonesia pada 1872. Pemerintah kolonial memberlakukan secara nasional pada 1918 hingga saat ini.

Pada tahun 2019 lalu, polemik tentang KUHP ini memuncak, Hal itu lantaran revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menuai banyak kontroversi. Masyarakat menilai, dalam revisi KUHP masih banyak mengandung pasal yang multitafsir.

Lantas, bagaimana sesungguhnya sejarah munculnya KUHP di Indonesia? Pada artikel kali ini Jojonomic akan mengulasnya secara dalam. So simak terus artikel ini ya!

Sejarah UU KUHP

undang-undang

Sebelum Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disahkan, kita masih menggunakan KUHP yang asalnya dari wetboek van strafrecht (WvS) 1915 (yang berlaku mulai 1918) dengan berbagai perubahannya. Pemerintah Hindia Belanda melakukan perubahan atas WvS itu tidak kurang dari 82 kali sejak 1918. Ketika Indonesia merdeka tidak kurang dari 12 kali perubahan telah dilakukan atas KUHP itu. Berdasarkan UU No 1 Tahun 1946 dan kemudian UU No 73 Tahun 1958, nyatalah bahwa bahasa resmi dari KUHP kita itu masih bahasa Belanda, dengan berbagai perubahan, sebagian masih bahasa Belanda dan sebagian bahasa Indonesia. Maka dari itu, kalau kita baca KUHP yang beredar saat ini, itu merupakan terjemahan dari KUHP resmi, jadi bukan KUHP-nya sendiri.

Usia KUHP telah 100 Tahun

postur KUHP kita sebagian terbesarnya masihlah WvS yang usianya sudah lebih dari 100 tahun. Kalau kita teliti lebih cermat, sebagian dari penambahan itu dilakukan Pemerintah Hindia Belanda antara 1918-1942 untuk mengukuhkan kedudukannya di negeri ini. Bahkan, dulu banyak pasal melindungi raja/ratu dan keluarganya dari penghinaan terang-terangan ataupun dengan sindiran. Memang pasal-pasal terkait dengan penguasa Belanda atau Hindia Belanda sudah banyak dihapus atau diubah. Namun, mau tidak mau, konteks penyusunan KUHP itu tidak lepas dari konteks negeri Belanda, serta konteks Hindia Belanda. Penyusunnya pun orang-orang Belanda dan kemudian WvS itu dikukuhkan Pemerintah Hindia Belanda. Sumber utama dari KUHP itu ialah WvS Belanda pada 1881 (pascabebasnya negeri Belanda dari Perancis).

Indonesia Menyusun KUHP Hingga Lebih dari 57 Tahun

Sanksi Bagi Perusahaan yang Melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan | Sleekr

Belanda menyusun KUHP nasionalnya hanya sekitar 6 tahun saat sebelumnya menggunakan Penal Code dari Prancis. Sementara itu, kita telah telah menyusun sejak lebih dari 57 tahun lalu dan hingga kini belum juga disahkan, walau telah lama dibahas. Para ahli hukum kita telah menyusun draf tersebut dengan luar biasa. Sebagian besar bersumber dari KUHP lama. Ini wajar karena banyak juga tindak pidananya memang secara umum diterima sebagai tindak pidana (dikenal dengan mala per se). Jadi, bukan berarti hanya meng-copy hal itu dari KUHP lama. Sejumlah perbuatan, di mana pun kita berada tetap dipandang sebagai tindak pidana.

KUHP bersumber dari aspirasi masyarakat

Sebagian isi rancangan KUHP bersumber dari masukan dan aspirasi masyarakat melalui berbagai cara, seminar, penelitian, konferensi, workshop, dan sebagainya. Sebagian bersumber dari hasil-hasil perbandingan dengan hukum pidana negara lain, yang dianggap baik dan tepat digunakan. Berbagai perkembangan dan kemajuan masyarakat ikut juga menjadi masukan bagi para penyusun rancangan KUHP.

Dalam alam demokrasi, tentu rancangan KUHP telah dibahas sesuai dengan semestinya. Masyarakat kita dari berbagai kalangan telah menyuarakan pendapat dan kritiknya atas rancangan KUHP tersebut kepada penyusun, kepada DPR dan pemerintah. Bisa dikatakan bahwa penyusunannya telah partisipatoris. Ini hal yang sangat penting. Hukum pidana membawa konsekuensi yang berat, yakni sanksi pidana.

Oleh sebab itu, pembuat UU tidak boleh terlalu mudah menjadikan perbuatan tertentu menjadi tindak pidana. Di sinilah partisipasi masyarakat menjadi sangat penting. Sanksi pidana pun tidak bisa dimuat di setiap peraturan perundang-undangan, hanya dalam peraturan perundang-undangan yang melibatkan partisipasi masyarakat, khususnya melalui wakil-wakilnya yang dipilih dalam pemilu yang membahas hal itu dengan pemerintah, ketentuan pidana boleh dibuat. Maka dari itu, perpu pun di beberapa negara (seperti Brasil dan Argentina) tidak boleh memuat ketentuan pidana.

Sumber: mediaindonesia.com

KUHP Hanya Berlaku di Jawa dan Madura

Pada 26 Februari 1946, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Undang-Undang inilah yang kemudian dijadikan dasar hukum perubahan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie menjadi Wetboek van Strafrecht (WvS), yang kemudian dikenal dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

KUHP hanya berlaku di wilayah Jawa dan Madura. Hal ini sesuai dengan Pasal XVII UU Nomor 1 Tahun 1946 juga terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa: “Undang-undang ini mulai berlaku buat pulau Jawa dan Madura pada hari diumumkannya dan buat daerah lain pada hari yang akan ditetapkan oleh Presiden.”

Revisi KUHP

Setelah 100 tahun lamanya menggunakan KUHP buatan Belanda, Pemerintah dan DPR akhirnya memutuskan untuk merevisi KUHP. Namun beberapa pasal yang direvisi menuai kontroversi. Antara lain, pasal soal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden.

Revisi KUHP pun mendapat penolakan. Gelombang demonstrasi pun terjadi. Pada 23 September 2019, demo di Ibu Kota terpusat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Ketua DPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengatakan pemerintah dan DPR sudah sepakat untuk menunda pengesahan revisi KUHP dan revisi Pemasyarakatan (PAS). Penundaan itu dilakukan sampai waktu yang tidak ditentukan. “Sampai waktu yang tidak ditentukan kemudian,” kata Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Bamsoet menjelaskan, penundaan itu dilakukan untuk membahas lagi pasal-pasal yang kontroversial. Hal itu guna menyamakan persepsi antara DPR, pemerintah, dan publik. “Ya jadi penundaan diperlukan yang pertama adalah sesuai dengan keinginan kita bersama,” ucapnya.

Sumber: //www.merdeka.com

JojoExpense, pencatatan pengeluaran perusahaan dalam satu sentuhan

Jojo Expense merupakan sebuah aplikasi yang didesain khusus untuk memudahkan kinerja Anda dalam manajemen keuangan dan pengeluaran. Aplikasi ini efektif dalam meningkatkan efisiensi pekerjaan hingga 76 persen.

Jojo Expense

Selain itu, fitur pendukungnya pun cukup lengkap. Mulai dari Budget Controlling, Cash Advance, Reimbursement Online hingga Transfer Antar Bank secara Real Time. Tak hanya itu, Jojo Expense juga dilengkapi dengan teknologi mutakhir berupa Intelligence OCR dan Realtime Geotagging yang memungkinkan Anda dapat terhindar dari risiko fraud financial. Menarik, bukan?

So, tunggu apa lagi? Yuk, gunakan Jojo Expense dan permudah cara Anda dalam mengelola keuangan perusahaan sekarang juga!