X

Pemutusan Hubungan Kerja Dengan Sistemasi Yang Tepat

Pekerja paling khawatir dengan pemutusan hubungan kerja (PHK), namun hal ini sangat umum dan sering ditemui di Indonesia. Terlepas dari alasan pemutusan hubungan kerja antara perusahaan dengan karyawan, hal itu disebut dengan PHK.

Dalam dunia kerja, istilah “pemutusan hubungan kerja” atau sering disingkat “PHK” sering terdengar. PHK biasanya menimbulkan gejolak, terutama bagi pekerja. bagaimana bisa? Keputusan PHK akan berdampak negatif terhadap kelangsungan hidup dan masa depan pekerja yang pernah mengalami PHK. Menurut “UU Ketenagakerjaan”, apa aturan pemutusan hubungan kerja?

PHK yang merupakan singkatan dari Pemutusan Hubungan Kerja tentunya sudah tidak terdengar asing lagi bagi kita. Hampir semua orang tahu apa arti dari istilah ini dan kata tersebut seolah menjadi hal yang menyeramkan dan tidak ingin didengar atau terjadi. Istilah ini memang mengacu pada suatu peristiwa yang kurang menyenangkan, terutama bagi para tenaga kerja. Namun hal yang paling ditakuti oleh para tenaga kerja ini justru sering dijumpai di tanah air.

Saat seorang karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja dengan sebuah perusahaan kondisi ini bisa saja terjadi karena berbagai macam hal. Tentu saja adanya pemutusan hubungan kerja antara seorang karyawan dengan perusahan ini bisa berdampak besar pada karyawan. Dalam hal ini pekerja atau karyawan yang telah berakhir masa hubungan kerjanya dengan perusahaan sudah tidak perlu lagi menjalankan kewajibannya di perusahaan. Jadi karyawan yang akhirnya mengalami pemberhentian masa kerja ini sudah bebas dan tidak memiliki keterikatan lagi dengan perusahaan.

Pengertian PHK (pemutusan hubungan kerja)

Apa artinya menghentikan pekerjaan? Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pemutusan hubungan kerja karena beberapa alasan yang berujung pada pemutusan hak dan kewajiban antara pekerja dengan perusahaan / pemberi kerja. Ini mungkin terjadi karena pengunduran diri, pemutusan hubungan kerja atau pemutusan kontrak. Pasal 151 (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 (Undang-Undang Cipta Kerja) mengatur bahwa pengusaha, pekerja, serikat pekerja dan pemerintah harus bekerja keras untuk mencegah terjadinya PHK.

Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja

Pada saat perusahaan memutuskan untuk memberhentikan seorang karyawan maka ada berbagai hal yang perlu diperhatikan. Jalannya pemutusan hubungan kerja tersebut harus dilakukan dengan prosedur yang benar. Dalam hal ini karyawan sebelumnya harus diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri sebelum hubungan kerjanya tersebut diputus. Selain itu pemilik perusahaan harus melakukan segala upaya untuk bisa menghindari adanya pemutusan hubungan kerja tersebut.

Pemutusan hubungan kerja antara karyawan dengan perusahaan ini juga harus dibicarakan bersama dan dinegosiasikan. Bahkan sebenarnya hubungan ini seharusnya tidak sampai terjadi karena bagaimanapun juga hal ini bisa merugikan bagi pihak pekerja. Namun jika proses pembicaraan dan perundingan yang sudah dilakukan tidak bisa membuahkan suatu kesepakatan maka hal ini bisa diputuskan setelah adanya perolehan penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Dalam hal ini pemilik perusahaan bisa tetap memutuskan hubungan dengan karyawan setelah adanya perolehan penetapan dari lembaga yang berwenang tersebut.

Jika memang alasan dari PHK yang dialami oleh seorang karyawan ternyata tidaklah adil maka pemilik perusahaan atau pengusaha dalam hal ini harus bersedia untuk mempekerjakan karyawannya kembali. Setidaknya pengusaha bisa memberi kompensasi kepada pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan faktor adanya ketidakadilan tersebut. Namun jika pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja karena faktor lain seperti misalnya adanya perubahan dalam operasionalisasi perusahaan maka pengusaha sebaiknya merundingkannya terlebih dahulu dengan para tenaga kerja atau serikat pekerja.

Penyelesaian pemutusan hubungan kerja

Dengan adanya perundingan ini maka diharapkan agar bisa dihasilkan suatu keputusan. Keputusan yang diambil tentunya telah menjadi kesepakatan bersama sehingga bisa berdampak baik untuk semuanya yaitu untuk pengusaha dan perusahaannya serta untuk para tenaga kerja. Jika melalui perundingan ini tidak dapat dihasilkan suatu keputusan maka baik pengusaha maupun serikat pekerja bisa mengajukan permasalahan yang dialaminya tersebut pada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Dengan adanya berbagai hal yang dilakukan tersebut maka diharapkan agar hasil keputusan yang diambil bisa menjadi hal terbaik bagi semua pihak.

Bagaimana jika majikan tidak dapat menghindari PHK?

Jika pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, sesuai dengan Pasal 151 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 (tentang penciptaan lapangan kerja) (klaster ketenagakerjaan), maka pemberi kerja akan memberitahukan kepada pekerja / atau serikat pekerja mengenai tujuan dan alasan pemberhentian tersebut.

Jika pekerja sudah diberitahu dan PHK ditolak, mereka dapat diselesaikan melalui negosiasi dua arah antara pengusaha dan pekerja dan / atau serikat pekerja. (UU No. 11 tahun 2020, Pasal 151 (3) (Kluster Ketenagakerjaan) tentang penciptaan lapangan kerja.

Jika kedua pihak gagal mencapai kesepakatan melalui negosiasi, maka PHK akan diselesaikan ke tahap selanjutnya sesuai mekanisme penyelesaian perselisihan buruh-manajemen. (Pasal 151 (4) UU No. 11 tahun 2020 mengatur tentang penciptaan lapangan kerja (kelompok kerja).

Apa alasan pemutusan hubungan kerja?

Berdasarkan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Pembentukan Klaster Pekerjaan Pekerjaan (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020), perjanjian kerja dapat diakhiri dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Pekerja meninggal.
  • Masa hubungan kerja telah berakhir.
  • Selesaikan pekerjaan.
  • Putusan pengadilan atau badan penyelesaian perselisihan manajemen tenaga kerja memiliki efek hukum permanen.
  • Keadaan atau peristiwa tertentu yang ditentukan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dapat mengakibatkan pemutusan hubungan kerja.

Oleh karena itu, pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka waktu yang ditentukan wajib membayar kompensasi upah pekerja / buruh kepada pihak lain sampai dengan batas waktu perjanjian kerja tersebut.

Penyebab lainnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja

Umumnya saat perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja, ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya. Di antaranya yaitu sebagai berikut:

1. Melakukan tindak pidana

Seorang karyawan bisa saja mengalami pemutusan hubungan kerja karena adanya kesalahan yang dilakukan selama ia bekerja. Bisa saja karyawan tersebut melakukan suatu tindak pidana atau melakukan tindak kriminal yang pada akhirnya merugikan perusahaan. Tindak pidana tentu saja merupakan hal yang salah termasuk pula di mata hukum. Oleh karena itu tindakan ini harus diberikan sanksi agar tidak sampai terjadi lagi dan tidak membahayakan atau merugikan pihak lainnya.

2. Memiliki karakter buruk

Setiap karyawan di suatu perusahaan tentu memiliki karakter yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Namun bila karyawan memiliki karakter yang buruk dan merugikan perusahaan maka pengusaha berhak untuk memberhentikan masa kerja karyawan tersebut. Pemutusan hubungan kerja dengan karyawan diharapkan agar ke depannya perusahaan bisa terhindar dari dampak karakter buruk yang dimiliki oleh karyawan.

3. Merugikan perusahaan dengan sengaja

Kerugian memang bukan menjadi hal yang jarang ditemui di sebuah perusahaan. Hampir setiap perusahaan pasti pernah mengalami masa kejatuhan sehingga mengalami kerugian. Namun jika kerugian ditimbulkan oleh seorang karyawan dengan sengaja maka karyawan yang melakukannya bisa diberikan sanksi. Bisa saja sanksi ini berupa pemberhentian masa kerja sehingga karyawan tidak akan melakukan hal ini pada perusahaan lagi.

4. Membocorkan rahasia perusahaan

Rahasia sebuah perusahaan pada dasarnya sangat penting. Rahasia perusahaan ini tentu harus disimpan dan dijaga dengan baik. Sebab jika rahasia sampai bocor maka kondisi ini bisa membahayakan bagi keberadaan perusahaan. Oleh karena itu karyawan yang membocorkan rahasia perusahaan bisa saja diberhentikan dengan terpaksa karena tindakan cerobohnya tersebut.

Penghitungan uang pesangon, remunerasi, dan santunan

Dari sudut pandang Pasal 13, Pasal 2, Pasal 156 “UU Ketenagakerjaan” tahun 2003, penghitungan pesangon adalah sebagai berikut.

  • Waktu kerja kurang dari 1 (satu tahun), gaji 1 (satu) bulan;
  • Masa kerja satu tahun (satu tahun) atau lebih, tetapi kurang dari dua tahun (dua tahun), dan gaji dua Bulan (dua bulan);
  • Waktu kerja adalah 2 (tiga) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, dan gaji 3 (tiga) bulan;
  • Waktu kerja adalah tiga (tiga) tahun Atau lebih, tetapi kurang dari empat (empat) tahun, gaji empat (empat) bulan;
  • jam kerja empat (empat) tahun atau lebih, tetapi kurang dari lima (lima) tahun, gajinya lima (lima) ) Bulan;
  • Jam kerja adalah 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, dan upah 6 (enam) bulan;
  • Jam kerja adalah 6 (enam) atau lebih, tetapi kurang Dalam 7 (tujuh) tahun gaji 7 (tujuh) bulan;
  • Masa kerja tujuh (tujuh) tahun atau lebih, tetapi kurang dari delapan (delapan) tahun, dan gaji delapan (delapan) bulan; < br> Masa kerja delapan (delapan) tahun atau lebih, dan gaji sembilan (sembilan) bulan.

Lanjutan

Selain menghitung pesangon, fakta membuktikan bahwa Pasal 3 UU tersebut juga mengatur tentang ketentuan masa kerja, sebagai berikut:

  • Masa kerja tiga (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari enam (enam) tahun, dan gaji dua (dua) bulan;
  • Enam (enam) tahun atau lebih, tetapi kurang dari sembilan (sembilan) tahun, dan gaji tiga (tiga) bulan;
  • Masa kerja sembilan (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari dua belas (dua belas) tahun, dan gaji empat (empat) bulan;
  • Masa kerja dua belas (dua belas) tahun atau lebih, tetapi kurang dari lima belas (lima belas) tahun, dan gaji lima (lima) bulan;
  • Waktu kerja lima belas (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari delapan belas (delapan belas) tahun, dan gaji enam (enam) bulan;
  • Masa kerja delapan belas (delapan belas) tahun atau lebih, tetapi kurang dari dua puluh satu (dua puluh satu) tahun, dan gajinya tujuh (tujuh) bulan;
  • Jam kerja adalah 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, dan upah delapan (delapan) bulan;
  • Masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, dan gaji 10 (sepuluh) bulan.

Kemudian, pada Pasal 4, kompensasi karyawan dapat diberikan dalam hal-hal sebagai berikut:

  • Cuti tahunan yang tidak diambil dan tidak berhasil;
  • Mengembalikan biaya atau pengeluaran pekerja / pekerja dan keluarganya ke tempat pekerja / pekerja diperbolehkan bekerja;
  • Kompensasi perumahan dan biaya pengobatan dan perawatan bagi mereka yang memenuhi persyaratan harus ditetapkan sebesar 15% (15%) dari pembayaran pesangon dan / atau biaya layanan;
  • Perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau hal lain yang diatur dalam perjanjian kerja bersama.

Dampak PHK Bagi Karyawan

Tentu saja pemutusan hubungan kerja ini membawa banyak dampak bagi para karyawan. Beberapa dampak yang umum terjadi meliputi:

1. Kondisi ekonomi sulit

Adanya PHK tentu berdampak buruk bagi karyawan yang mengalaminya. Dampak yang sudah tentu dialami adalah berkurangnya penghasilan karyawan. Kurangnya penghasilan atau pendepatan karyawan ini bisa membuat kondisi perekonomian karyawan menjadi lebih sulit. Kondisi ekonomi ini juga bisa berdampak pada keluarga karyawan pada akhirnya.

2. Rendah diri

Perasaan tidak berguna dan sikap rendah diri bisa saja timbul pada seorang karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Terlebih lagi jika karyawan yang mengalami pemecatan tersebut akhirnya menjadi bahan pembicaraan oleh orang lain di sekitarnya. Hal ini bisa membuat dirinya menjadi stres atau memiliki perasaan tertekan sehingga bisa berakhir timbulnya depresi.

3. Melakukan tindak kriminal

Adanya kondisi perekonomian yang sulit cenderung membuat karyawan yang telah berhenti bekerja harus mencari uang untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Dalam hal ini karyawan bisa melakukan tindakan kriminal untuk mendapatkan uang. Pada akhirnya hal ini bisa membuat tingkat kriminalitas menjadi lebih tinggi. Tingginya kriminalitas akan membuat masyarakat resah dan negara menjadi lebih kacau.

Perusahaan mana yang melarang pemutusan hubungan kerja?

Berdasarkan Pasal 153 Undang-Undang Nomor 11/2020 tentang Penciptaan Kerja di Klaster Lapangan Kerja (UU Cipta Kerja 2020), perusahaan dilarang memberhentikan karyawan karena alasan berikut:

  • Menurut keterangan dokter, selama sakit tidak melebihi 12 bulan, pekerja tidak akan dapat berangkat kerja karena sakit.
  • Pekerja tidak dapat melaksanakan pekerjaannya karena telah memenuhi kewajibannya kepada negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Para pekerja beribadah menurut keyakinan agama mereka.
  • Pekerja menikah.
  • Wanita sedang hamil, melahirkan, keguguran atau menyusui
  • Pekerja memiliki hubungan dengan pekerja lain di perusahaan yang sama melalui hubungan darah dan / atau perkawinan.
  • Kecuali jika diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pekerja memiliki hubungan darah atau pernikahan dengan pekerja lain di perusahaan yang sama.
  • Pekerja dibentuk dan menjadi anggota dan / atau pengurus serikat pekerja / serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja atau sesuai dengan kesepakatan perusahaan atau jam kerja yang ditentukan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
  • Pekerja yang melapor ke perusahaan bahwa perusahaan telah melakukan tindak pidana.
  • Karena perbedaan pemahaman, agama, pemikiran politik, ras, warna kulit, golongan, jenis kelamin, status fisik atau status perkawinan.
  • Penyandang cacat permanen yang jatuh sakit karena kecelakaan atau hubungan kerja terkait pekerjaan (periode pemulihan tidak dapat ditentukan berdasarkan surat keterangan dokter).

Pemutusan hubungan kerja karena alasan tersebut di atas adalah tidak sah, dan pengusaha diwajibkan untuk mempekerjakan kembali pekerja terkait.

Kesimpulan pemutusan hubungan kerja

Secara umum memang tidak ada yang baik dengan kondisi pemutusan hubungan kerja bila tidak dilakukan dengan tepat. Sama halnya dengan kondisi keuangan perusahaan, dibutuhkan produk yang tepat untuk memastikan keuangan perusahaan berjalan lancar. Misalnya dengan menggunakan JojoExpense. Dimana produk ini dapat membantu terciptanya sistem keuangan yang lebih baik. Bukan itu saja, tetapi juga membantu efisiensi keuangan perusahaan yang lebih maksimal.
Manfaat ini bisa didapatkan berkat beberapa fitur andalan dari JojoExpense. Misalnya saja beberapa fitur berikut ini:

  • Approval Status Tracking Monitor.
  • Monitoring Requester’s Budget Limit.
  • Custom Expense Categories.
  • Expense Plafond.
  • Add on Description Form to verify Expense.

Oleh karena itu jangan ragu untuk mendapatkan coba gratis sesegera mungkin. Jadikan sistem keuangan perusahaan Anda lebih baik bersama dengan JojoExpense.

Hayyu Anindita:

This website uses cookies.